Sesi praktik langsung peserta memotret
talent
JUBER NEWS – Himpunan Mahasiswa
S1 Jurnalistik (HIMAS1STIK) kembali menggelar Kelas Sore dengan tema Silent
Press, pada Senin (22/9/2025), di Rawa Makmur.
Tema Silent Press digambarkan
layaknya “keluar dari penjara”, yang menjadi simbol refleksi atas kebebasan pers.
Kegiatan ini menghadirkan pemateri Deko
Furnomo, S.I.Kom, yang membawakan materi teknik Strobist sekaligus refleksi
isu kebebasan pers.
Materi yang diajarkan berfokus pada teknik
fotografi strobist, yaitu penggunaan flash eksternal untuk menciptakan pencahayaan
kreatif.
Enggar Dwi Abimayu, selaku ketua panitia menjelaskan bahwa kegiatan ini bermula dari
keresahan terhadap isu kebebasan pers yang kerap dibatasi dan teknik fotografi Strobist
masih jarang dipelajari mahasiswa.
“Melalui Silent Press, kami ingin menghadirkan ruang refleksi
dan diskusi tentang bagaimana pers seharusnya bekerja tanpa tekanan. Teknik
fotografi strobist saat ini juga masih kurang familiar, khususnya di
kalangan mahasiswa. Inilah yang menjadi tujuan utama kami mengangkat tema ini,
supaya peserta bisa mengenal teknik baru sekaligus menghubungkannya dengan isu
kebebasan pers,” katanya.
Acara berlangsung dalam tiga sesi, mulai
dari penyampaian materi, tanya jawab, hingga praktik langsung. Dalam praktik,
peserta mencoba memotret dengan teknik Strobist secara bergiliran,
dibantu talent dan pendamping.
Tersedia dua orang talent sebagai objek
pemotretan, sehingga bisa langsung menguji kemampuan memotret dengan flash
eksternal dan peserta juga dibimbing oleh tim pendamping untuk memastikan
praktik berjalan lancar.
“Fotografi itu bukan sekadar menghasilkan gambar bagus. Melalui
cahaya, kita bisa menyampaikan pesan kuat, bahkan kritik sosial. Inilah yang
kita hubungkan dengan tema kebebasan pers,” ujar Deko dalam
penyampaian materinya.
Salah satu peserta, Nanda Kuncoro mengaku
kegiatan ini memberikan pengalaman baru sekaligus pandangan berbeda tentang
fotografi.
“Saya tertarik karena temanya unik, menggabungkan fotografi dengan
isu kebebasan pers. Selain itu, materinya cukup menarik dan praktis, pemateri
juga menjelaskan dengan sederhana sehingga mudah dipahami,” jelas Nanda.
Ia juga menambahkan bahwa kegiatan ini
membuka wawasan baru baginya kelas sore ini penting untuk dilaksanakan secara
rutin.
“Yang paling berkesan tentu praktik langsung, karena dari situ saya
bisa memahami bagaimana cahaya mengubah makna sebuah foto. Kegiatan seperti ini
bukan hanya menambah pengetahuan, tapi juga mengasah keterampilan praktis
mahasiswa di luar kelas. Jika dilakukan terus-menerus, pasti bisa mendukung
pengembangan kreativitas dan kepekaan mahasiswa terhadap isu sosial,” ungkapnya.
Kepala Bidang Photography and
Cinematography (PHCT), Aldi Jansel turut menyampaikan harapannya.
“Semoga dengan adanya kelas sore ini, teman-teman mahasiswa angkatan
2025 dapat memperoleh ilmu baru dan mampu menerapkannya di masa mendatang.
Pembelajaran yang diberikan tidak hanya untuk dipahami dalam satu hari,
melainkan harus terus digunakan dan dikembangkan di kemudian hari,” ujarnya.
Dengan suasana santai namun penuh diskusi, Silent
Press menutup rangkaian kegiatan dengan kesan hangat. Kegiatan ini
menegaskan bahwa kelas Sore tidak hanya menjadi ruang belajar fotografi, tetapi
juga ruang refleksi kritis mahasiswa terhadap isu kebebasan pers.
Reporter : Helma Liani Putri
Editor : Riena Febriani Carollin